Kata “ciyus” dan
“miapa” semakin sering kita dengar di tengah pergaulan sehari-hari. Umumnya,
kata-kata yang biasa dilafalkan oleh para remaja tersebut lazim dikenal dengan
bahasa alay. Tak hanya bahasa, tulisan alay juga semakin sering menghiasi media
sosial atau bahkan sejumlah iklan di media. Kata-kata itu ditulis dengan
kombinasi huruf besar, kecil dan angka, sungguh jauh dari kaidah ejaan yang
benar. Lalu, seperti apakah sikap kita akan fenomena itu?
Dosen Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Airlangga Bramantio., SS. M.Hum menjelaskan gejala tersebut
sebagai fenomena bahasa alay. “Alay merupakan suatu fenomena yang terjadi pada
sekelompok remaja minoritas dan memiliki karakteristik yang unik. Bahasa yang
mereka gunakan terkadang “menyilaukan” mata dan “menyakiti” telinga bagi
masyarakat yang tidak terbiasa,” tuturnya saat diskusi “Fenomena Bahasa
Alay dan Jatidiri Generasi Muda Indonesia”, Selasa (20/11) di Perpustakaan
Unair.
Ia menjelaskan, anak
lebay (alay) memiliki stereotype tentang gaya hidup kampungan atau
norak. Istilah alay sendiri menggambarkan kondisi remaja yang tidak memiliki
arah tujuan yang jelas dan masih labil. “Fenomena alay saat ini telah menyebar
ke lapisan remaja Indonesia, banyak yang menggunakan bahasa alay dalam
komunikasi lisan dan tulisan,” ungkap Bramantio.
Muncul Berkat SMS
Bramantio
mensinyalir kemunculan bahasa alay berkembang sejak masuknya teknologi layanan
pesan singkat atau sms. “Awal mulanya dari layanan pesan singkat, para pengguna
hanya dibatasi untuk mengirimkan pesan sebanyak 160 karakter atau kurang dari
itu. Sehingga, pengguna akan didorong untuk menjadikan pesannya seringkas
mungkin. Salah satu cara yang digunakan untuk meringkas pesan yakni dengan cara
menyingkat kata,” tegasnya.
Lebih jauh, Alay
juga semakin berkembang sejak kemunculan situs pertemanan semisal friendster.
“Di Friendster, remaja diberi kebebasan berekspresi desain
tampilan dan foto untuk mendapatkan perhatian yang lebih,” kata Bramantio.
Terlebih lagi,
munculnya jejaring social Facebook yang semakin menambah akses seseorang
untuk mengungkapkan keadaan dirinya agar mendapat perhatian orang lain.
“Biasanya mereka akan menuliskan status dengan isi maupun penulisan yang
mencolok sehingga dapat menarik perhatian dari orang-orang yang berteman
dengannya. Penggunaan gaya menulis yang berbeda dan isi status yang
berlebihan bisa juga disebut bahasa alay,” imbuhnya.
Positif vs Negatif
Sebenarnya, bahasa
alay memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif dari bahasa alay yakni
sebagai media berekspresi bagi remaja yang memiliki kebutuhan untuk
diperhatikan lebih. Sementara, sisi negatif bahasa alay membuat bingung bagi
orang yang tidak terbiasa berkomunikasi menggunakannya.
“Bahasa alay
sebaiknya tidak hanya dilihat dari dimensi positif atau negatif saja, melainkan
sebagai bagian dari dinamika bahasa dan berbahasa. Bahasa alay juga merupakan
variasi bahasa yang biasa terjadi di ranah kebahasaan apapun dan variasi
tersebut tidak berkedudukan sebagai ancaman bagi bahasa Indonesia yang telah
baku,” ujar Dosen Sastra Indonesia itu.
Diskusi tentang Alay
yang dihadiri oleh siswa SMP Dhaniswara, SMP PGRI, SMKN 10, SMA 17 Agustus
1945, dan SMA YPPI tersebut mendapatkan antusias dari para peserta. “Kegiatan
ini bermanfaat, apalagi ada teman-teman saya yang juga biasa menggunakan bahasa
alay. Mereka biasanya update status yang nggak penting, sehari bisa beberapa
kali update status,” kata Dhoifatul Agustia, peserta diskusi dari SMKN 10
Surabaya.
“Saya sering
mengeluhkan sms dari siswa saya yang sms-nya disingkat-singkat, seperti ‘gw’.
Semoga setelah acara ini mereka tahu kapan dan pada siapa mereka dapat
menggunakan bahasa alay,” kata Mila Dian Syarofin, S.Pd. guru dari SMP PGRI
Surabaya,
Penggunaan bahasa
alay memang tidak dapat dihentikan, melainkan dibiarkan berdampingan sebagai
variasi kebahasaan, namun, bukan berarti bahasa alay dapat kita gunakan semau
kita, melainkan juga harus memahami kondisi kapan dan kepada siapa kita dapat
menggunakannya.
*tulisan ini dicopas dari http://www.unair.ac.id/berita.unair.php?id=1436
0 komentar:
Posting Komentar